Buku Harian Arilela: Antara Syawal, Gadis, dan Cahaya
Facebook Ariela »

Sabtu, 30 Juli 2011

Antara Syawal, Gadis, dan Cahaya


Syawal terlihat bimbang. Nafasnya perlahan di hembuskan panjang..Cahaya memandangi lelaki tersebut dengan kebingungan.
“Ada apa denganmu, Syawal? Ada masalah apa?” Tanya Cahaya yang ingin tahu. Belakangan ini Syawal memang aneh. Sebentar-sebentar melamun, matanya menerawang entah kemana. Termasuk sikapnya saat ini yang seolah tidak menanggapi suasana indah yang ada.
“aku sedang bingung dan tak tahu harus berbuat apa.” Syawal menjawab keingintahuan Cahaya dengan suara pelan.
“Cahaya, apa kamu mencintai dan menyayangiku?”Tanya Syawal sambil menggenggam tangan Cahaya.
“iya syawal, kenapa kamu berkata seperti itu?” rasanya Cahaya sudah mulai merasa tidak nyaman dengan sikap Syawal.
“Apakah kamu akan marah jika kuberitahukan sesuatu hal yang mengganjal di hati ini?”tanyanya lagi. Untuk apa aku marah atau tidak marah sedangkan hal yang akan disampaikan saja aku tidak tahu. Ucap Cahaya dalam hati. Aneh memang si Syawal ini.
“Aku tidak tahu! Aku kan belum tahu apa hal itu” sedikit jutek Cahaya menyahut.
“bener dan janji ya, kamu tidak akan marah?” Cahaya menggeleng tak setuju.
“Gadis akan datang menjengukku lusa nanti.” Mata Cahaya terbelalak. Gadis akan datang. Hati Cahaya terasa tersayat saat itu juga, sakit sekali. Gadis akan datang, berarti,,hmmmm…
“Kamu tidak marah kan Aya?”Tanya Syawal berusaha mencari jawab pada mata Cahaya yang mulai berkaca-kaca.
“Tidak, aku tidak marah dan kalaupun aku marah, jangan hiraukan. Aku tak berhak marah pada kamu ataupun Gadis. Selamat malam dan assalamualaikum.” Cahaya beranjak dari tempat duduknya dan langsung berlari pergi. Cahaya tidak ingin Syawal tahu bahwa dia menangis karena sedih dan kecewa. Bukankah ini sudah sesuai dengan komitmen awal mereka berhubungan, kalau Syawal sudah memiliki Gadis dan Cahaya tidak pernah menuntut apapun dari hubungan mereka . Tapi,,,Ya sudahlah.
***
“Hai Syawal, aku senang bisa bertemu kamu kembali.” Gadis langsung memeluk Syawal saat dia menjemput Gadis di stasiun kereta tapi Syawal menghindar.
“Sendirian kamu?” Syawal terlihat canggung di hadapan wanita yang sudah menjalin hubungan selama 7 tahun.
“Tentu saja aku sendiri, kamu pikir aku pergi kemari dengan siapa, hah? Apa mungkin aku menduakan kamu,,Syawal. Tidak mungkin lah, aku kan sayang sama kamu.” Gadis, ya inilah Gadis. Dia perempuan berwajah cantik dan mempesona. Gaya bicaranya yang menyenangkan, pribadinya yang supel, stylenya yang menarik. Inilah Gadis, yang membuat Syawal tergila-gila padanya. Namun terlintas di benaknya sosok Cahaya yang manis, dewasa, shalehah dan penyabar. Keduanya mahluk yang begitu sempurna dan Syawal bingung untuk memilih salah satunya. Tapi apa mungkin aku dapat memiliki keduanya, gumam Syawal dalam hati.
“Upps, melamun ya? dari tadi aku didiemin mulu, ih sebel,, ada apa sih,,berubah deh kamu?” Gadis mulai manja.
“Ah.. eh maaf, sayang. Aku sedang memikirkan sesuatu,, hahk (kaget) berubah!! tidak aku masih begini-begini saja seperti dulu.”
“Mikirin apa? Aku cemburu nih, jauh-jauh kemari kalau dicuekin buat apa?” loh Gadis mulai marah.
“maaf…besok kita jalan-jalan kemana?” Tanya Syawal berusaha meredam gugupnya. Wajah Gadis langsung sumringah.
“Putar-putar Bandung saja ya. Aku ingin banget jalan-jalan ke tempat yang indah dan damai, ada gak tempat begitu?”
“Ada. Kamu sudah makan belum?”
“Tadi di kereta aku sudah makan nasi goreng, susu, manisan, roti tawar…”
“Percaya deh, kamu kan paling gak tahan kalau gak makan dua menit aza..ternyata rakusnya masih tampak.” Goda Syawal.
“ Iya, kok tahu. Kalau gitu ajak aku ke tempat makan yang enak dong.” Ajak Gadis sambil cengengesan.
“Katanya udah makan?”
“Pengen makan lagi,,yang.” Jawab Gadis, tawa Syawal pun berderai.
“Baiklah aku akan ajak kamu ke sebuah warung surabi yang top di Bandung”
“Surabi Imut ya? aku ingin banget kesana, teman-temanku disana selalu membicarakan warung ini kalo mereka lagi berlibur di Bandung. Aku jadi penasaran. Seenak apa sih makanan itu?” Gadis terlihat begitu antusias.
“Pokoknya entar deh disana kamu tahu, enak kok. Pasti kamu suka” Syawal memutar mobil ke arah Setiabudi.
“Ayo turun, kita sudah sampai.” Gadis menggandeng Syawal.
Tapi siapa di sana, ada Cahaya sedang makan sendirian. Kata Syawal.
“Hey, kenapa kamu melihat kepada perempuan itu terus?” teguran Gadis membuyarkan tatapan Syawal pada Cahaya. Cahaya kini baru ingat kalau kedai surabi ini paling sering dikunjungi Cahaya jika dia sedang ingin menyepi. Lalu apa yang membuatnya nekad mengajak Gadis kemari? Ah, barangkali ini memang sudah seharusnya terjadi. Pertemuan antara mereka bertiga.
“Itu temanku” elak Syawal takut-takut.
“Lalu kenapa tidak kita suruh gabung saja dia? Atau kita gabung dengannya, bukankah suasana akan menjadi seru.” Usul Gadis sambil membalikkan kepalanya ke arah Cahaya. Mungkin Cahaya merasa diperhatikan, dia lalu menoleh ke arah mereka. Ya Allah…jantung Cahaya berdegup kencang.
“Hai..”sapa Gadis sok kenal. Syawal menghampiri Cahaya, Gadis menguntit dari belakang.
“Aya,, kenalkan ini Gadis.” Syawal memperkenalkan Gadis yang sedari tadi memasang senyum manisnya. Oh inikah Gadis yang selalu Syawal banggakan. Cantik memang,tapi sayang dia tak berkerudung, aku hanya bisa diam. Cahaya berguman dalam hati, sedikit sedih. Tapi apa yang membuat Syawal begitu takut berpaling dan menyakitinya.
“Teman sekantor atau teman main nih?” Tanya Gadis ramah. Cahaya masih melongo dibuatnya..
“Temen baik.”jawab Cahaya dengan senyum terpaksa.
“Bagus dong, mm…aku Gadis, pacarnya Syawal. Aku baru saja tiba dari Surabaya. Sebenarnya papa orang Bandung sih. Tapi karena papa dinasnya pindah-pindah aku yang dilahirkan di Sorong jadi gak punya kampung halaman. Dan baru sekali ini aku ke Bandung setelah hampir tujuh tahun aku tinggalkan. Boleh gabung tidak aya?” ocehan Gadis bikin salting Cahaya. Cahaya gak bisa berbuat banyak saat Gadis meminta bergabung di mejanya yang kosong. Syawal hanya mampu memandang Cahaya sekilas.
“Sudah lama kenal Syawal?” Tanya Gadis. Cahaya mengangguk.
“Namamu Cahaya ya,,nama yang indah seperti orangnya, iya gak Syawal?” Gadis meminta persetujuan Syawal. Iya, Cahaya memang manis.
“Kalian sudah pesan makanan?”Tanya Cahaya mencoba membalas keramahan Gadis. Cahaya mulai mengakui kelebihan Gadis. Gadis sangat supel dan menyenangkan. Hati Cahaya yang sedari tadi terbakar cemburu lenyap perlahan.
“Tentu saja sudah, tuh pelayannya datang” tunjuk Gadis pada seorang pelayan yang menghampiri mereka dengan seabreg pesanan.
“maaf ya, aku makannya banyak. Emangnya Syawal belum cerita ya? atau malah gak pernah cerita tentang aku? Pokoknya aku paling doyan makan dan doyan ngomong hahaha…” ujar Cahaya dengan riang. Cahaya memperhatikan Gadis dengan seksama. Pantas saja Syawal tak bisa lepas dari Gadis. Gadis sangat menyenangkan.
Malam itu mereka habiskan dengan gembira. Cahaya lupa cemburunya karena Gadis menghadirkan suasana yang begitu ceria denagn diselingi banyolan-banyolan segarnya. Syawal pun tak gugup berada diantara mereka berdua tanpa perlu sebuah penjelasan.
***
Bel rumah Cahaya berdering..ring..ring..ring…
Tergopoh Cahaya membuka pintu ruang tamu
“Syawal, ada apa kemari?..Gadis mana?..”Cahaya terheran-heran dengan kedatangan Syawal, karena biasanya Syawal akan memberitahukan kedatangannya terlebih dahulu.
“Aku ingin menyampaikan sesuatu padamu.” Ujar Syawal to the point
“Aku juga. Mm,.”ujar Cahaya.
“Siapa yang akan berbicara terlebih dahulu?ujar Syawal.bagaimana kalau aku?” Cahaya mengajukan kesepakatan. Cahaya mengangguk setuju.
“Aku mencintaimu, Wal. Sangat mencintaimu, mungkin sebesar Gadis mencintaimu. Tapi aku tak bisa menyakiti perasaan kita semua dengan keadaan ini. Karena aku memilih berpisah denganmu.” Jelas sekali Cahaya memberikan ungkapan hatinya. Berpisah dengan Syawal memang menyakitkan. Cahaya sangat mencintai Syawal. Namun haruskan Cahaya egois mempertahankan hubungan mereka sedangkan Gadis yang sudah lebih dulu memiliki Syawal dikhianati dengan keegoisannya.
“Apa maksudmu?” Tanya Syawal tak percaya.
“Aku putuskan untuk berpisah denganmu.” Sebenarnya airmata Cahaya ingin luruh, tapi takkan dibiarkan rasa sedih membuat keputusannya berubah. Raut wajah Syawal berubah kecewa.
“Semudah itukah. Padahal aku sudah memutuskan untuk berpisah dengan Gadis.” Ujar Syawal. Kini giliran Cahaya yang kaget.
“Kamu memutuskan Gadis!” Cahaya berteriak.
“Ya, dan kemarin siang Gadis memilih pulang tanpa pamit padaku.”
“Kenapa?” suara Cahaya melemah.
“Aku memilihmu.”
“Tidak, aku takkan pernah menerimamu kembali. Kembalilah pada Gadis, Wal. Aku merelakanmu. Biarlah cerita cinta kita ini menjadi lebih indah dengan rasa tulus. Gadis terlalu baik untuk kamu sakiti. Kembalilah padanya. Apakah kamu mencintaiku?” Tanya Cahaya. Syawal mengangguk.
“Dan kamu pun mencintai Gadis?” Syawal memandang Cahaya. Lalu kepalanya menggangguk nyaris tak terlihat
“Kamu mencintai kami berdua. Tapi ini hukum alam, Wal. Kamu harus memilih diantara kami, kamu tidak boleh serakah. Kembalilah. Dan ingatlah aku merelakanmu karena aku pun mencintaimu.” Titik airmata Syawal menghujani pundak Cahaya. Syawal menangis. Menangislah cintaku karena esok kau tak perlu menangisiku lagi, desah Cahaya lirih.
The end

2 komentar:

abank dede mengatakan...

luar biasa

Ari Lela Nurjanah mengatakan...

terimaksih ya... :)

Posting Komentar